Perang Bubat dalam Memori Orang Sunda

KENDATI warga Sunda tidak dapat meniadakan daya ingat akan Kejadian Bubat, tidak ada kreasi sastra Sunda yang merekam kejadian ironis itu. Baru untuk era ke-16 ada Carita Parahiyangan, salah satunya naskah Sunda kuna yang unicum. Text ini juga cuman memberikan sepotong info.

"Dapat dimengerti mengapa Carita Parahiyangan tidak mengatakan secara detil tragedi di Bubat. Untuk warga Sunda Kuna perang Bubat tentunya adalah kejadian yang memilukan," tutur Agus Aris Munandar. Dalam text, putri Sunda dikatakan sebagai Tohaan atau yang disegani.


Lalu, untuk era ke-20, CC Berg, sejarawan Belanda, mengeluarkan text serta terjemahan Kidung Sunda (1927) yang mengurai Kejadian Bubat serta versus yang lebih pendek Kidung Sundayana (1928). Dalam Tulisan Riwayat Jawa, Berg menyebutkan Kidung Sunda memiliki kandungan bukti-bukti riwayat sebab peristiwa itu diperkokoh tulisan Sunda kuna, Narasi Parahyangan. Berg juga mengaitkan, "dalam Kidung Sunda kita harus menyaksikan pengendapan sastra dari cerita-cerita rakyat yang turun-temurun serta dalam bagian Pararaton yang bertopik sama itu..."

powered by AdSparc

Berlainan dari Pararaton, teks-teks Sunda menyediakan pemikiran berlainan serta tampilkan gambaran yang lebih menegangkan serta sentimentil berkenaan Kejadian Bubat. Dia menyebutkan jika putri Prabu Maharaja pengin menikah sama orang penting, bukan orang Sunda. Karena itu, "beberapa orang ke Jawa" serta menyebabkan pertarungan di Majapahit. Dia mempersalahkan Gajah Mada selaku biang keladi kejadian itu serta mengakibatkan Gajah Mada dibenci keluarga istana Majapahit. Sesaat Hayam Wuruk yang dilukiskan berduka hati kehilangan pacarnya selang beberapa saat susul ke alam baka.


Mengapa ada gambaran berlainan dari satu kejadian riwayat yang serupa? Wim Van Zanten menyorot jalinan di antara orang Sunda serta Jawa. Menurut dia, saat itu orang Sunda ada dalam status minoritas. "Mereka kagum pada budaya Jawa serta adopsi beberapa faktor budaya Jawa... Di saat bertepatan, orang Sunda terus usaha, dengan beberapa ukuran kesuksesan, untuk selalu mandiri dari Jawa," catat Wim Van Zanten dalam "The Poetry of Tembang Sunda", termuat Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 140, 2de/3de Afl. (1984).


Contoh memikat dapat disaksikan untuk perjalanan penyair kelana dari Pakwan, Bujangga Manik, ke Jawa, terhitung daerah Majapahir, kira-kira akhir era ke-15 serta awalnya era ke-16. "Cerita Bujangga Manik memperlihatkan jika budaya Jawa serta instansi Jawa dipandang orang Sunda selaku sumber penting pengajaran mereka yang semakin tinggi di bagian agama, serta ke timur ialah hal yang lumrah untuk dikerjakan untuk seorang pemuda Sunda yang pengin mendapatkan pengetahuan serta evaluasi," catat J. Noorduyn dalam "Bujangga Manik's Journeys through Java: Topographical Data from An Old Sundanese Source", termuat Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 138, 4de Afl. (1982). "Perjalanan Bujangga Manik sebagai wakil periode pembelajarannya. Ia pulang sesudah pembelajarannya usai."

Tetapi, sama dengan Pararaton, beberapa pakar menyangsikan teks-teks Sunda itu. Aminuddin Kusdi, sejarawan Kampus Negeri Surabaya, dalam "Aspek-Aspek Bersejarah Pa Sunda (Perang Bubat 1357)" menyebutkan jika selaku sumber riwayat, Kidung Sunda, adalah Mengenal Ayam Petarung Terbaik di 188max sumber sekunder, bahkan juga tersier. Bermacam bukti riwayat didalamnya tidak sesuai beberapa sumber yang lain lebih dapat dipercaya seperti prasasti. Penting diingat juga jika untuk era ke-19, periode waktu tulisan Kidung Sunda, adalah periode timbulnya beberapa kreasi sastra polemis.


Edi Sedyawati bahkan juga menyorot peranan pemerintahan penjajahan dalam mengenalkan Kejadian Bubat ke publik. "Oleh pemerintahan Belanda, Kidung Sundadijadikan bahan ajar untuk murid di Algemeene Middelbare School (AMS). Kenapa tidak memakai kreasi sastra yang lebih diketahui seperti Ramayana serta Bharatayudha. Ada kebutuhan Belanda didalamnya," tutur Edi Sedyawati, menyangkutkan terbitnya teks-teks Sunda itu yang dekat sama kejadian Sumpah Pemuda.


Karena itu, sesudah ibu-kota kerajaan Majapahit, Pasunda-Bubat jadi mistis selanjutnya yang perlu dipecahkan. Sebab kejadian itu terlanjur tertancap dalam daya ingat kelompok warga.*

Popular posts from this blog

Very most Important Psychological Knowledge TED Chats on YouTube

They are the UK's most famous chimes, and one of the most recognisable sounds around the world.

Trouble paying bills can take a heavy toll on fathers’ mental health